Kasus Kebocoran Data Facebook



                Kebocoran data menjadi hal yang kerap terjadi di era yang serba internet ini. Kali ini, data pribadi miliki lebih dari 533 juta pengguna Facebook dari 106 negara dilaporkan telah bocor dan beredar di internet. Pengguna Facebook yang paling banyak terdampak berasal dari negara Mesir (44,8 juta), Tunisia (39,5 juta), Italia (35,6 juta), dan Amerika Serikat (32,3 juta). Sejumlah pengguna Facebook asal Indonesia tak luput jadi korban dari kebocoran data ini, jumlah mencapai 130.000 pengguna.

                Facebook sendiri melalui juru bicaranya telah mengonfirmasi kebocoran data ini. Menurut juru bicara Facebook, ratusan juta data pengguna ini bocor karena adanya kerentanan keamanan yang dialami Facebook. Kerentanan ini sendiri sudah ditambal pada 2019 lalu. Fitur yang dimanipulasi untuk mengakses data diubah pada 2019 setelah Facebook menyadari bahwa itu sedang disalahgunakan. Meskipun tidak setiap bagian data tersedia untuk setiap pengguna, skala besar kebocoran menjadi perhatian di antara para ahli privasi. Dalam sebuah pernyataan, DPC mengatakan telah melihat bukti dan "berpendapat bahwa satu atau lebih ketentuan GDPR dan/atau Undang-Undang Perlindungan Data mungkin telah, dan/atau sedang, dilanggar sehubungan dengan data pribadi pengguna Facebook". "Oleh karena itu, komisi menganggap perlu untuk menentukan apakah Facebook Ireland telah mematuhi kewajibannya, sebagai pengontrol data, sehubungan dengan pemrosesan data pribadi penggunanya." Perusahaan yang ditemukan melanggar GDPR menghadapi denda hingga 4% dari omset global tahunan mereka.

                Berdasarkan data Statista, pengguna Facebook pada 2020 mencapai 2,7 miliar. Berarti data pengguna yang bocor ini sekitar seperlima dari total pengguna media sosial itu. Data yang dicuri terbilang penting bagi pengguna seperti Data pribadi yang bocor meliputi informasi nama lengkap, nomor telepon, lokasi, tanggal lahir, ID Facebook, gender, pekerjaan, asal negara, status pernikahan, hingga alamat e-mail. Ratusan data pengguna ini disebarkan oleh seorang pengguna di forum peretas amatir secara gratis baru-baru ini. Hal ini membuat ratusan juta data tersebut tersedia secara luas bagi siapapun yang mengaksesnya.. Dalam forum peretas, data yang bocor termasuk alamat email dan nomor telepon pemilik akun. Kepala teknologi firma intelijen kejahatan siber Hudson Rock, Alon Gal mengatakan jumlah keseluruhan data mencapai 533.000.000 data. Data itu pun disebar gratis dalam forum-forum peretas.

                 Kendati kebocoran data sudah terjadi dua tahun yang lalu, masih ada ancaman kejahatan siber yang mengintai para pengguna Facebook yang jadi korban kebocoran data ini. Begitulah menurut Chief Technology Officer (CTO) dari firma intelije kejahatan siber Hudson Rock, Alon Gal, yang juga orang pertama yang menemukan kebocoran data ini di internet pada Januari lalu. Gal mengatakan, informasi pribadi yang bocor dapat memberikan informasi berbagai bagi para penjahat siber. Informasi ini dapat digunakan untuk melakukan penyamaran bahkan penipuan atas nama korban kebocoran data. "Basis data berisi informasi pribadi sebesar itu pasti akan dimanfaatkan cybercriminal untuk melakukan serangan rekayasa sosial atau upaya peretasan," kata Gal.

                Ini bukanlah kasus kebocoran data pertama yang dialami jejaring raksasa asuhan Mark Zuckerberg itu. Pada 2016, ada 80 juta data pengguna Facebook yang dicuri oleh Cambridge Analytica. Cambridge Analytica menggunakan data pribadi puluhan juta pengguna Facebook dalam membangun profil untuk membidik para pemilih di Pemilu AS 2016, yang akhirnya dimenangkan oleh Donald Trump. Kasus kebocoran data Cambridge Analytica juga baru diketahui selang dua tahun kemudian, atau tepatnya pada 2018. Saat skandal Cambridge Analytica terungkap, Facebook berjanji akan menindak pencurian data massal di platformnya.

            Kendati demikian, menurut Gal, tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Facebook untuk membantu para korban kebocaran data pribadi ini. Hal ini mengingat data tersebut sudah tersebar luas secara gratis di internet. Namun, Gal menyatakan bahwa Facebook tetap bisa mengimbau penggunanya untuk tetap waspada terkait adanya kemungkinan phising atau penipuan lainnya. "Orang-orang yang mendaftar ke perusahaan terkemuka seperti Facebook mempercayai mereka dengan data mereka dan Facebook seharusnya memperlakukan data dengan sangat hormat," kata Gal. Gal melanjutkan, kebocoran data pribadi pengguna ini merupakan pelanggaran kepercayaan yang masif dan harus ditangani dengan semestinya, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Business Insider, Minggu (4/4/2021).

                Adapun data-data pengguna yang bocor konon mencakup nama pengguna, alamat rumah, alamat e-mail, dan nomor telepon. Belum bisa dipastikan apakah kabar tersebut akurat atau tidak. Yang jelas, seorang pembeli yang membayar 5.000 dollar AS (sekitar Rp 71 juta) ke penjual data tersebut mengeklaim bahwa penjual itu adalah penipu. Pasalnya, sang pembeli mengaku tidak mendapatkan data apa pun setelah ia membayar sejumlah uang ke si penjual, yang mengeklaim punya data 1,5 miliar pengguna Facebook tersebut. Belum bisa dipastikan pula apakah kebocoran data ini, jika memang benar bocor, berhubungan dengan insiden tumbangnya layanan Facebook, WhatsApp, dan Instagram di seluruh dunia beberapa hari lalu. Terlepas dari itu, pengguna Facebook sejatinya harus tetap waspada dan melakukan sejumlah hal terkait keamanan akun mereka. Sebab, apabila informasi tadi akurat, ini merupakan kebocoran data terbesar yang pernah ada saat ini.

                Sebelumnya, kejadian serupa sempat mencuat pada akhir September lalu. Kala itu, sejumlah pihak juga mengeklaim bahwa mereka memiliki 1,5 miliar data pengguna Facebook. Seorang pembeli lantas menembak harga 5.000 dollar AS (sekitar Rp 71 juta) untuk setiap 1 juta data tersebut. Dengan demikian, apabila dibeli semuanya (dan data tersebut memang ada) maka 1,5 miliar data pengguna Facebook akan bernilai 7,5 juta dollar AS (sekitar Rp 106 miliar).

            Gal merinci setidaknya 32 juta data yang bocor berasal dari akun pengguna Amerika Serikat. Selain itu, 20 juta akun asal Prancis juga terdampak kebocoran Facebook tersebut. Menurut pengamat keamanan siber dari Vaksincom Alfons Tanujaya mengatakan kebocoran data di Facebook bukan pertama kalinya terjadi, di mana platform milik Mark Zuckerberg sempat mengalami kebocoran 87 juta data pengguna pada 2018. Adapun, Komisi Perdagangan Federal (FTC) Amerika Serikat mendenda perusahaan tersebut sebesar US$5 miliar lantaran perusahaan dinilai lalai dalam mengelola data personal penggunanya. Bahkan, pada 2019 terdapat 267 juta data pengguna Facebook yang bocor di internet. Data itu memuat nama, ID, dan nomor ponsel.



Data 533 Juta Pengguna Facebook Bocor, Termasuk Indonesia

Facebook faces investigation over data breach

Duh! 533 Juta Data Pribadi Facebook Bocor, Ada dari Indonesia

Komentar